Sunday, January 6, 2019

Bukan Sembarang Buzzer

tentang influncer, buzzer, endorser

Tiba-tiba pengen nulis tentang dunia Buzzer termasuk influencer dan endorser, gara-gara baca berita (entah hoax atau bukan) yang jelas langsung mengingatkanku pada kehati-hatian untuk meng'endorse produk atau menjadi buzzer di medsos. Saya sendiri kadang kala ada menerima kerja sama menjadi buzzer atau ketiga jenis kerja sama itu. Buat yang masih asing mendengar ketiga nama ini, baik saya kasih penjelasannya dulu tentang apa itu endorser, buzzer dan influencer?

Endorser: cara kerja endorsement adalah pebisnis memberikan produk untuk kemudian direview dan dipromosikan oleh endorser. (Biasanya artis)

Buzzer: Buzzer berasal dari kata buzz yang berarti berdengung, desas desus, a rumor. Seorang buzzer biasa menyampaikan serangkaian informasi secara berulang-ulang. Bisa jadi soal makanan, pakaian, lokasi wisata. Followers atau audience buzzer sangat banyak. Valuebuzzer sendiri umumnya untuk menyebarluaskan informasi seluas-luasnya. Pilihan untuk menyukai produk dan mencari tahu lebih dalam akan dikembalikan kepada tiap audience. Hal ini karena buzzer tidak punya tugas menggiring opini atau mengajak followers untuk mengikuti sarannya. (Blogger banyak banyak juga yang berkerja sama menjadi buzzer)

Influencer: seorang influencer perlu memiliki skill khusus untuk meyakinkan banyak orang agar tertarik dan mau mencoba produk yang ia promosikan. Umumnya influencertidak punya followers sebanyak buzzer, akan tetapi memiliki engagement rateyang lebih tinggi. Influencer sendiri tak serta merta harus expertatau ahli tentang produk yang ia tayangkan, asalkan paham bagaimana mempromosikan dan mengiring opini publik. (Ada juga blogger yang bekerja sama menjadi Influencer)

Tugas mereka terlihat sama namun sebenarnya tiga terminologi tadi memiliki role yang berbeda-beda. Hal ini patut diketahui setiap pebisnis online agar tidak terkecoh dan dapat merumuskan marketing plan yang tepat.

Sumber referensi https://meeberpos.com/blog/index.php/2018/04/01/beda-buzzer-influencer-endorser/


Blik ke awal kenapa saya terbesit untuk menulis Bukan Sembarang Buzzer. ini tentang aplikasi keuangan yang 'katanya' punya asing masuk ke Indonesia (tidak bisa saya sebutkan namanya, karena belum di teliti betul kebenarnya) sebelumnya kita punya di Indonesia e-money milik mandiri, Flazz dari BCA, paytren, dan fintech legal lainnya. Dan waktu itu saya hampir menerima tawaran kerja sama untuk mengendorse aplikasi berupa dompet digital, yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya untuk mengetahui 'asal-usulnya seperti didirikan siapa, dari mana asalnya dan bagaimana pengaruhnya' yang tidak sempat saya ikuti karena sedang sakit tempo lalu. Tidak hanya aplikasi dompet digital, fintech pinjaman uang online ilegal asal Cina pun sudah meluas di Indonesia. Well ini juga Peringatan buat saya untuk berhati-hati mempromosikan sebuah produk/brand baik dalam bentuk promote lewat medsos maupun content palacement di tulisan blog, karena ada beberapa lebel blog saya menulis tentang finansial (maaf keun jika masih banyak kekurangannya dalam penulisan dan sharing)

Loh, kalo alasannya punya luar banyak kok brand asing di Indonesia yang kadang-kadang masih kita pakai/konsumsi?

Ya, memang banyak kok yang sudah dilegalkan dan banyak juga yang ilegal. Saya juga terkadang sadar tidak sadar memakai atau membeli. Meski jarang dan memang sedang belajar 100% Indonesia, membatasi itu. Di tengah arus kencang life style, yang kalo kata anak muda kekinian "kalo gak ngopi di Starbucks selfie dulu rasanya gak keren" 😆 Nora ya. Just itu perdagangan internasional dan legal, yang bisa kita pilih, pilih asli indo atau lebih suka produk luar? yang intinya sama aja membuat kita ketergantungan dengan negara lain. 

Buat beberapa orang mungkin tidak mempermasalahkannya, namun ini komitmen saya pribadi sebisa mungkin menghindari itu secara tahu maupun ketidak tahuan saya.


Back to Poin satu, harus hati-hati dalam memilah milih produk yang mau saya terima untuk kerja sama. Siapa sih yang mau ikut terlibat dengan sesuatu yang merugikan? Tanggung jawabnya berat loh.
masih ingat dengan pemberitaan yang sempat heboh kemarin di televisi tentang beberapa artis kenamaan yang ikut dibawa ke kantor polisi karena endorsein produk skin care palsu? ya itu segelintir kerugian dari sang endorser meskipun tidak dipenjara. Tapi dari situ saja kita sudah bisa menilai sendiri bahwa kehati-hatian memilah kerja sama dengan sebuah brand/merk itu perlu. Jangan asal instan dan money. Belum lagi targetnya masyarakat Indonesia yang ikut di rugikan. Itu kenapa saya berpikir memilah milih produk untuk di endorse di medsos kita sangat penting. Karena berdampak pada yang kita ajak pula kan?


Poin kedua, pernah saya melihat sebuah artikel yang membuat saya kaget, tapi sekaligus membuat saya introspeksi lebih lagi. Karena judulnya menjelekan pekerjaan influencer. Saya lupa judul detailnya tapi saya ingat kalimat ini,
"Pekerjaan kotor Influencer" Sayangnya saya tidak sampai membaca sampai habis karena gangguan sinyal. 😫

Sebagian orang mungkin merasa menjadi Influencer itu tidak jauh berbeda dengan sales jaman now. Hmmm, kalo mengingat sales penjualan kita pasti sudah hafal pintarnya sales menggiring pembeli. Its okay kalo barang itu bermanfaat dan benar-benar dibutuhkan pembeli tidak ada unsur mudarat nya gapapa kan, saling membutuhkan dan memberi manfaat, secara tidak langsung kita juga membantu si sales tersebut untuk mendapatkan fee. Tapi, yang salah itu kalo sales berbicara bohong apalagi merugikan orang banyak. Ini yang harus seorang influencer bijak saring dulu jika mendapat tawaran berkerja sama.

Bukan hanya produk, karena buzzer dianggap dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat di dunia digital seperti sekarang ini, sehingga mereka sekelompok orang melibatkan buzzer untuk kampanye pemilihan legislatif!

Memangnya ada yang salah jika ikut kampanye dengan hastag tertentu atau simbol yang berbau politik?
Tidak salah jika itu memang pilihan dari hati kita dan tidak black campaign. yang salah itu yang di bayar untuk membuat opini yang tidak benar, mempengaruhi orang tapi menjelekan Rivan. 😱

Itu balik ke pilihan kita masing-masing, mau jadi buzzer seperti apa? Jangan sampai kritikan artikel "Pekerjaan kotor Influencer" itu benar!

Jadi kesimpulannya adalah, boleh saja mendapatkan bonus dari hobi seperti ngeendorsin/buzzerin/influence sebuah produk, tetapi tidak lupa memilah milih dulu dengan bijak. Semua itu tergantung pilihan kalian sih, mau jadi Buzzer, atau influencer tipe seperti apa 😊 Kalo saya sih pinginya yang membawa manfaat untuk orang banyak. Ini juga menjadi peringatan saya sendiri yang masih tahap belajar dan terus belajar mencari jati diri di dunia blogging. tapi jika masih ada kekurangan saya seperti postingan di feed media sosial, dalam ketidak tahuan saya gapapa tegur aja. Saya bukan manusia sempurna 😊


4 comments:

  1. Jadi influencer, buzzer, dan endorser itu beda ya. Aku kira sama. Kalau aku sedang berusaha mempromosikan novel-novel karya penulis Indonesia agar karyanya dikenal masyarakat luas.

    Aku jadi teringat bisa ngopi cantik di Semarang dari berkah ngeblog setelah baca postingan ini.

    ReplyDelete
  2. Iya bun sama. Saya juga hati-hati. Biasanya kalau ada kerjaan. Biasanya saya suka nanya produknya apa? Sesuai dengan niche blog nggak? Dan cri tahu testimoni orang2 yg udh pke, trus produknya brmanfaat ga dikenalkan ama pembacaku. Soalnya berat pertanggungjawabannya

    ReplyDelete
  3. Content Placement masuk ke Influencer dong ya?

    ReplyDelete
  4. Sempat ikuti berita terkait beberapa artis yang diduga telanjur mengendorse produk kosmetik/perawatan palsu, malah sampai sekarang kasusnya masih berjalan.

    ReplyDelete