Saturday, August 31, 2019

Kehidupan pertama setelah bercerai sampai akhirnya bisa move on

Perceraian

Malam itu saya menangis sesegukan, masih tidak percaya dengan status yang saya sandang, 'janda'. Pertama kali yang ada dibenak saya saat itu 'putus nafkah'. Dari mana lagi saya menafkahi anak saya? Saya pun belum mapan, belum bisa mandiri. Hanya blogger receh, tidak menjamin pengasilan saya untuk menghidupi anak. Malam itu pikir saya begitu ketakutan akan masa depan anak. Setiap malam mimpi buruk selalu menghantui. Saya melihat ia meninggalkan saya, saya melihat ada wanita lain mengambil alih posisi saya, saya merasakan ia menghilang dari kehidupan saya, mimpi itu selalu berhasil membuat saya menangis dan enggan untuk tidur lagi. Setiap malam pula saya selalu bertahajud mengadukan isi hati ini kepada Allah Subhanawataalla. Agar bisa melupakan rasa sakit ini secepatnya, secepat ia mencari penggantiki. Benar-benar sakit. Terlebih menyembunyikan penderitaan ini di depan anak juga keluarga besar.

Waktu berlalu perlahan. Seakan meyakinkan saya bahwa ini akan sembuh seiring berjalannya waktu. Meskipun kabar-kabar dari mantan suami yang tidak mengenakan kerap membuat hati ini jatuh, bangun, kemudian dijatuhkan lagi.


Tutup buku, tutup telinga dan mata, semua yang berkaitan dengan mantan suami

Percayalah move on itu akan semakin sulit jika kita selalu mendengar kabar orang yang membuat sakit. Seharusnya di hari itu saya memutuskan untuk menutup buku semua tentangnya, tapi tidak semudah itu. Ada anak kami yang belum mengerti. Ada anak yang masih butuh ayahnya. Membuat saya tidak bisa tutup buku dengan maksimal, dengan alasan 'anak butuh ayahnya'. Kami masih sering berkomunikasi prihal bertanya keadaan anak. Tapi saya berpikir ini tidak baik. Berbohong di depan anak bahwa kami baik-baik saja padahal sudah berpisah, bukan kah salah satu memberi pengharapan palsu kepada anak?

Lagi-lagi seorang ibu yang harus mengorbankan perasaannya, menghadapi  goncangan mental anak, menghadapi apapun itu menjaga anak agar 'kamu bukan anak broken home' kamu bahagia, mengjari ia belajar menerima kenyataan dengan legowo. Meskipun rasa itu sebenarnya sakit juga untuk saya sebagai seorang perempuan. Bertemu mantan suami, merelakan anak bersama ayah dan ibu tirinya, bersikap seakan baik-baik saja hubungan aku, ayahnya dan ibu tirinya di depan anak padahal tidak. Sakit sekali menyaksikan seakan akan mereka bahagia di atas kehancuranku.

Selesaikan apa yang masih digantung. Jangan menyangkal dan jangan lari dari kenyataan

Sempat tertunda mengajukan perkara ini kepengadilan agama karena uang untuk mengurus perceraian bentrok dengan biaya anak masuk TK. Meskipun dalam pengadilan agama saya yang menggugat, itu karena mantan suami tidak mau mengurusi perceraian ini. itu berlangsung sekitar 6 bulan dari talak yang sah menurut agama dan dalam masa iddah ia sudah memiliki calon bahkan menikah disaat perceraian belum beres.

Jangan menyangkal kegagalan ini karena salah sesorang hanya untuk mengobati hati yang terluka. Tetap rendah diri dan berserah diri. Akui apa yang perlu diakui kemudian melangkah hijrah ke tempat yang lebih baik dengan pasti. Masalah mantan mau ia benar atau salah, jangan pernah peduli. Apalagi minta pendapat seseorang untuk menjadi temanmu yang pro dengan kisah mu atau sekedar ingin mendapat pengakuan bahwa, mantanlah yang salah, jangan. Itu hanya membuat mu capek hati dan sulit menerima kenyataan. Biarlah Allah yang lebih tau.

Melangkah hijrah itu lebih mudah jika kita sudah mengikhlaskan apa yang terjadi, ridho.

Memulai meyibukan diri dengan kegiatan yang  disukai dan bermanfaat. Serta dekatkan hubungan lagi dengan keluarga besar.

Meskipun pengasilan dari blog tidak banyak, namun waktu saya terjun di dunia blogging lebih banyak untuk sekedar menyibukan diri. Seperti Allah tahu apa yang dibutuhkan hambanya. Kebahagian itu datang satu per satu untuk menghibur hati ku yang dulu rapuh. Waktu lebih banyak terhibur dengan keluarga besar, seperti jalan-jalan, bercanda, hubungan kekeluargaan, job event blogger yang makin kencang, hadiah lomba blog, bekerja di sebuah komunitas blogger sebagai admin. Cukupkah untuk menafkahi anak?
Alhamdulilah rezeki lebih dari itu bukan sekedar uang saja.


Sudah saatnya saya melangkah...

Berjalan melangkah semakin dimudahkan  oleh Allah Subhanawataalla. Kemudian saya memfokuskan diri dengan berhijrah, banyak mengoreksi, memperbaiki diri, agar lebih dekat dengan ilahi. Karena mindset saya selalu mengatakan 'perempuan yang baik untuk laki-laki baik, begitupun sebaliknya', jika ingin mendapatkan laki-laki yang baik, maka perbaikilah diri kita menjadi lebih baik, terus dan terus jangan lelah.

Sampai akhirnya saya menikah dengan laki-laki yang baik (insyaallah) dan sekarang saya benar-benar lupa rasanya pernah disakiti 😊



Friday, August 30, 2019

Sepenggal Cerita di Pengadilan Agama


Untuk ke 4 kali saya berada di Pengadilan Agama Cikarang Kab. Bekasi. Saat mendaftar gugatan, sidang pertama, kedua, pengambilan uang panjar, dan akta cerai.

Senin, lebih ramai dari hari-hari sebelumnya. Saya mengambil nomor antrian untuk akta cerai, seolah sudah tidak kaku lagi karena hafal alur prosesnya tidak seperti pertama kalinya yang penuh drama, kali ini saya datang lebih santai. Kemudian saya berusaha mencari tempat duduk yang hampir penuh diantara mereka yang menunggu giliran. Ada yang menunggu persidangan, daftar pengaduan, ada yang bawa keluarganya anak, cucu, ada pula suami istri yang sepakat untuk cerai.

Saya melihat mereka, seorang ibu muda yang mengadu KDRT, perempuan cantik yang menggugat suaminya karena lama tidak pulang. Macam-macam raut wajah mereka, sedih, rempong, marah, cuek, tegang, bingung. Mengingatkan saya pada pertama kali ke tempat ini. Menangis sesegukan, bukan karena patah hati ia menikah lagi, tapi sedih luar biasa tidak menyangka bahwa saya sendiri yang mengurus ini. Bahkan pakai uang pribadi yang seharusnya untuk simpenan sekolah anak.

Pikiran saya melayang saat duduk di kursi antrian. Mengapa ada banyak sekali mereka yang bercerai? Apakah pemandangan ini setiap harinya?

"Satu kota saja setiap harinya sangat banyak orang yang ingin bercerai, bagaimana jika dihitung seluruh indonesia?"

Saya ingat kata menteri pemberdayaan perempuan tempo lalu, saat saya menghadiri konfrensi perss kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Kasus pengguggat terbanyak itu adalah perempuan. Setiap hari ya selalu ada perceraian. Makannya perempuan jangan apa-apa langsung minta C"

"Sekarang di Indonesia kian banyak perempuan yang menelantarlan anaknya karena menjadi tulang punggung pasca bercerai. Iya kalo mereka produktif tapi bagaimana jika mereka perempuan belum berdaya. Belum lagi nasib anak-anak Indonesia"

Ya memang menohok di hati saya saat itu. Berhasil membuat saya menangis sendu di KRL menuju pulang dari konfrensi perss yang tadinya sedang bekerja sebagai single mom, pulang membawa sedih.

Baca juga, bunda jangan mudah mengatakan C

"Tidak ada perempuan yang ingin bercerai dengan seorang yang ia cintai. Benarkan? Tapi ada di masa saat jiwa raga ini sudah tidak sanggup. Mungkin caraku yang salah atau mungkin caranya yang salah?. .. agh bukan waktunya menyalahkan, kami sudah berusaha saling bertahan hingga, qodarullah jalan kami akhirnya berbeda". Pikirku dulu...

Pengalaman bercerai itu menjadikan hikmah yang luar biasa dalam hidup saya. Bahwa jangan terlalu memfokuskan pengharapan kita kepada manusia karena manusia tempatnya kecewa. Tapi komitmen kita kepada Allah, tapi niatkan ibadah karena Allah. Saya yakin itu sulit banget karena tidak ada rumah tangga yang selalu baik-baik saja.

Monggo dibaca, Pelajaran Pasca Bercerai

Di depan saya seorang ibu sekitar umur 40an dengan temannya, bicara masalah cinta dengan suaminya, yang saya herankan tidak ada rasa sedih atau minimal termenung, ini malah heboh reaksi, bertanya pendapat ke temannya tentang status WA yang harus di update pasca berpisah "eh eh ini baca deh, baca de, status gw bikin dia baper gak?" #tepokjidat

Kurang lebih begini isinya,
Tangismu adalah senyumku,
Bahagiaku adalah deritamu,
Maaf sudah terlambat untuk mencintaiku... bla bla bla

Seakan memceraikannya adalah solusi balas dendam karena telah menyakiti hati.

Why? Ini bukan masalah putus dengan pacar tapi perceraian loh...

Seremeh itu kah perceraian?
Sakit. Sudah tidak cinta lagi...

Ah kamu bell, seperti tidak pernah gagal saja!

Ya, memang benar disetiap ujian selalu ada hikmah yang bisa diambil. Sebagai rasa prihatinnya saya melihat tingkat perceraian yang kian terus meningkat di negeri ini membuat saya ingin berbagi pelajaran itu sendiri.

Mungkinkah bisa diselamatkan? Jika masalahnya spele?

Mencegah anak-anak broken home?

Menjadikan masing-masing individu lebih matang lagi jika berhasil mempertahankan keutuhan?

Menguatkan iman kita dan hubungan kita kepada Allah?

Cobaan itu membuat kita panen pahala yang besar?


"Orang yang pernah gagal bukan berarti dia gagal, justru ia lebih bisa belajar dari kegagalan itu"

Ya seharusnya memang begitu...

Thursday, August 29, 2019

Pengobatan TB Paru setelah 3 bulan, dari Rumah Sakit ke Puskesmas


Lanjutan artikel, Pengobatan 2 Bulan TB Paru/TBC

Alhamdulillah, gak kerasa 3 bulan aja pengobatan TB Paru dan udah 2 kali ngalamin telat minum obat huhuhu 😒gara-garanya ketiduran. Iya karena jadwal minum obat OAT akoh toh malam menjelang bobok dan waktu itu capek banget jadi langsung cus tidur. Biasanya ada alaram tapi entah kenapa alaram gak bunyi karena si akhdan main hape sampe lowbet sampai-sampai kegiatan bobok itu tidak ada yang mengganggu gugat. Akhirnya pas bangun sadar belum minum obat saya reflek langsung ambil obat, dan itu kejadiannya subuh menjelang pagi sama pagi menjelang siang πŸ˜‚

Udah tanya dokter di aplikasi online (takut diomelin kalo tanya bu dokter langsung haha) gapapa asal jangan sampe gak minum dan keseringan telat!

Dan nanti mau konsul lagi ke dokter paru puskesmas, tentang keterlambatan minum obat TB.

Okeh tadi sampe mana? Mau bahas pindah kontrol dari Rumah Sakit ke Puskesmas ya? Haha...

Jadi gini, dari awal ranap pengobatan, prawatan dan kontrol mingguan rutin saya di rujuk dari klinik BPJS ke Rumah Sakit pilihan saya. Saya pilih Rumah Sakit Graha Juanda.

Artikel terkait,  Kenapa saya pilih berobat di Rumah Sakit Graha Juanda

Namun setelah jalan 3 bulan dan waktu surat rujukan sudah habis (maks 3 bulan berlakunya surat rujukan BPJS) saya mau perpanjang tapi ternyata pengambilan obat OAT TBC dialihlan ke Puskesmas terdekat. Yaaaahhh...

Kenapa "yaaaahh" ? πŸ˜†

Karena yang sebelumnya di RS ditangai dokter Evata Sp.p dan perawatnya itu sudah bikin saya merasa nyaman. Ya, maklum selama ini saya berobat gak pernah suka sama dokter, terlebih dokter umum (karena dari kecil gak pernah sakit macem2)

"Keluhannya apa?" Kata dokter umum

"Begini dok, begitu dok, bla bla bla". pasien sudah menjelaskan panjang kali lebar

Set set set, nyatet resep suruh ambil obat, selesai..

Jujur saya gak pernah puas sama dokter yang tipe ini. Tipe diajak ngobrol susah, haha...

Kalo dokter Evata spesialis paru di Rs. Graha Juanda, dokternya humble, asyik, saking asiknya nyuruh saya kontrol hampir setiap minggu, bayangin aja gaes gimana gak pegel nih tenaga buat antri dan jajan di kantin, haha..

Tapi aku suka beliau orangnya perhatian, begitu ada gejala beliau langsung respon dan nanya keadan saya. Sampai pas saya akhirnya di oper juga ke Puskesmas, karena obat OAT TBC sudah digratiskan oleh pemerintah, maka saya tidak perlu ke rumah sakit lagi. Uhuuuyyy gratis buibu...

Cukup simpel dan praktis, datang ke puskesmas gak perlu daftar apalagi antri, temui langsung dokter paru (yang alhamdulillah cewek juga) kemudian di beri obat OAT TB Paru. Gak tanggung-tanggung jumlah blisternya banyak lumayan buat stock kurleb 2 minggu sampai 1 bulan. Jadi gak perlu bolak balik keseringan kaya di Rumah sakit sebelumnya. Ambil obat, balik lagi jika OAT sudah habis, atau konsultasi jika ada keluhan, kelar langsung pulang.

Plus minus sih,

Kalo di Rumah Sakit
➕ Kontrol rutin dan sering komunikasi sama dokter bikin termotivasi dan nambah edukasi tentang penyakit ini. Juga jika ada keluhan cepat tanggap.

➖ Boros jajan, capek tenaga karena antri, beresiko tertular penyakit karena isinya rumah sakit, ya orang sakit juga.

Kalo di Puskesmas
➕ Praktis, cepat gak boros waktu/jajan
➖ sayangnya tempat puskes dari rumah ku lumayan berkelok dan minim trasportasi (di dalem perumahan boo)


Udah itu aja, intinya sih penyakit TB bisa diobati jadi tetap istiqomah ikhtiar sembuh ya.. horor horor dulu tentang tetangga banyak yang meninggal karena TB sekarang saya bisa optimis sembuh. Iya kamu juga 😊


Boleh, dibaca juga artikel sebelumnya, 



Semoga bermanfaat!