Friday, March 15, 2019

Belajar Mengelola Konflik Keluarga Part II


Sudahkah kita pandai mengelola konflik dalam keluarga? Kalau belum, yuk kita pelajari caranya…

Secara psikologis, konflik diartikan sebagai dinamika yang terjadi dalam diri individu dan interaksi antara dua orang atau lebih, di mana ada perbedaan dinamika dan salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Dengan demikian, konflik dalam  keluarga dapat diartikan sebagai permasalahan yang timbul pada individu dalam keluarga dari hasil interaksi dalam hubungan keluarga yang berusaha saling menyingkirkan, karena ada anggota keluarga yang memiliki perbedaan pandangan, sikap, dan perilaku. Ada beberapa kategori konflik dalam keluarga.

Pertama, konflik suami istri, yang biasanya terjadi karena rendahnya kemampuan adaptasi dan komunikasi pasangan.

Umumnya banyak muncul di masa awal pernikahan, seperti konflik akibat perbedaan hobi, selera, sifat, dan perilaku (kebiasaan). Bila pasangan tak mampu beradaptasi dengan cepat, perkawinan bisa berakhir dengan cepat. Banyak kegagalan dalam masa awal perkawinan karena pasangan tidak mampu mengomunikasikan permasalahan dengan baik sehingga menjadi konflik besar yang berkepanjangan, yang bisa berakibat pada perceraian.


Kedua, konflik di antara anak. 

Dalam kehidupan keluarga, persaingan antara anak (sibling rivalry) tidak bisa dielakkan. Misalnya, rivalitas atau persaingan dalam mendapatkan cinta kasih, afeksi, dan perhatian dari orangtuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih. Biasanya persaingan akan semakin ketat bila usia anak tidak jauh berbeda dan jenis kelamin mereka sama. Konflik antara anak kandung ini menjadi masalah konflik yang besar bila orangtua tidak mampu mengelola konflik tersebut menjadi persaingan yang positif.


Ketiga, konflik orangtua dan anak. 

Konflik ini terjadi karena pola asuh dan pola komunikasi yang dibangun tidak sesuai dengan proses perkembangan anak dan orangtua. Persoalan kerap muncul saat anak memasuki usia remaja, ketika ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba berbagai hal. Kegagalan orangtua dalam berkomunikasi dengan anak usia remaja akan menimbulkan konflik besar, seperti pertengkaran, anak lari dari rumah hingga bunuh diri karena merasa tertekan.


Keempat, konflik dalam individu. 

Contoh, hubungan yang tidak harmonis dengan orangtua, tekanan dan pola asuh dari orangtua yang menyebabkan pasangan tidak mandiri dalam mengambil keputusan, traumatik akibat pernah dikecewakan atau pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan (kekerasan, pelecehan).

Bila tidak diselesaikan, konflik individu akan menjadi masalah gangguan kesehatan mental yang merusak keharmonisan rumah tangga. Di antara penyebab perceraian adalah kesehatan mental pasangan yang tidak baik, banyak pasangan yang belum selesai dengan masa lalunya sehingga konflik muncul karena permasalahan traumatis, dan pola asuh yang tidak sehat yang menyebabkan gangguan psikologis dan kepribadian.


️Konflik dalam Keluarga Besar 

Selain dalam keluarga inti, konflik pun bisa terjadi dengan anggota keluarga besar. Yang umum, konflik antara mertua dan menantu yang terjadi karena perbedaan cara pandang, sikap dan perilaku, serta gaya komunikasi antara mertua dan menantu yang tidak berkenan. Pada awal perkawinan, hubungan mertua dan menantu ini sangat penting dibangun dengan baik agar dapat meminimalkan potensi konflik yang muncul, misalnya disebabkan sikap menantu perempuan yang dianggap tidak menghargai, soal pembagian jatah bulanan yang dianggap tidak adil oleh mertua, termasuk konflik dalam cara mengasuh anak; menantu menganggap mertua ketinggalan zaman, mertua menganggap menantu dan anaknya tidak mampu mendidik anak.

Konflik antarbesan juga bisa pecah jika anak tidak mampu mengelola infomasi dan rahasia dalam keluarga kecilnya, setiap permasalahan diceritakan kepada orangtua masing-masing sehingga menimbulkan konflik antara orangtua. Pun konflik antara ipar, bisa terjadi disebabkan adanya persaingan antara saudara kandung dengan istri atau suami kakak/adiknya. Sang ipar merasa, hubungan dia dengan saudara kandungnya berkurang karena saudara kandungnya lebih mengutamakan pasangannya masing-masing. Akibatnya, timbul kecemburuan dan konflik yang dapat merenggangkan hubungan persaudaraan.

Bila tidak dikelola dengan baik, konflik dalam keluarga akan mengganggu keharmonisan, bahkan bila semakin parah bisa menyebabkan perceraian. Untuk itu, setiap individu harus mampu mengelola konflik baik sehingga kerukunan dan kebahagiaan dapat dirasakan semua anggota keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar.

️Cara Atasi Konflik Keluarga


️1. Kedepankan nilai-nilai spiritual agama dalam menyelesaikan konflik, seperti sikap saling menghargai, sopan santun, saling menghormati, tidak emosional, serta menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai rujukan.

️2. Lakukan komunikasi yang suportif. Komunikasi suportif (supportive communication) adalah sebuah gaya berkomunikasi yang memberikan pesan secara akurat, saling mendukung, dan meningkatkan hubungan di antara pihak yang berkomunikasi. Memuji dan mendengar adalah kunci sukses komunikasi suportif.

3. Buat kesepakatan yang ditaati setiap anggota keluarga. Misal, bila ada kesalahpahaman, kecurangan, dan kenakalan, bagaimana cara menyelesaikannya serta siapa yang menjadi penengah. Dalam konflik suami istri, diterapkan aturan tidak boleh bertengkar di hadapan anak, tidak boleh ribut dalam keadaan lelah, dll. 

️4. Berpikir positif. Paradigma berpikir positif harus bisa diinternalisasi dalam keluarga, sehingga setiap individu bisa mengatasi konflik dengan baik dan mengambil hikmah dari konflik yang terjadii.

Baca sebelumnya, Menghadapi Konflik Pernikahan Part 1: Sakit Hari ini, Lupakan Esoknya


Sumber: Dr Muhammad Iqbal, M.SocSc
Refrensi: Majalah Ummi

3 comments:

  1. masing2 punya cara tersendiri ya, kalau suamiku sih suka diem saja setelah ebberapa lama baru ngomongin, kalau aku sukanya langsung dibicarakan

    ReplyDelete
  2. yang penting komunikasinya hrus baik ya mba.. supaya bisa terhindar dari konflik

    ReplyDelete
  3. Membangun komunikasi yang positif ini masih terus menjadi PRku Bun. Karena ternyata komunikasi itu nggak mudah ya. Nggak asal ngomong tapi semua pakai ilmu dan dikemas begitu juga waktu penyampaiannya. Bener-bener perlu banyak belajar dan latihan ya. Apalagi komunikasi ini menjadi tonggak penting dalam semua hubungan

    ReplyDelete