Tuesday, February 26, 2019

Apakah Kita Termasuk Orangtua yang Menerapkan Helicopter Parenting?


Seorang anak pulang dari sekolahnya dan menangis kepada ibunya, ia bercerita bahwa di kelas hanya ia yang mendapatkan 1 kertas lipat origami sedangkan semua temannya mendapatkan 3 dari hasil kertas lipat origaminya. Padahal di hari sebelumnya Bu guru sudah memerintahkan kepada semua murid untuk membawa 2 kertas origami dari rumah. Namun si anak ini lupa. Jadilah ibunya datang ke sekolah protes kepada sang guru karena merasa berlaku tidak adil.

Apakah Mama sering mengerjakan tugas sekolah anak lantaran ingin membiarkan anak istirahat atau takut ia salah dalam menjawab soal? Apakah hampir setiap malam Mama merapikan tas sekolah anak hanya untuk memastikan tidak ada perlengkapan sekolahnya yang tertinggal? Atau bahkan rutin menghubungi guru kelas untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar anak di sekolah?

Kira-kira kita bisa menilai gak sih yang di lakukan orangtua di cerita ke satu dan dua itu benar atau salah?
Atau kita termasuk orangtua yang melakukan kedua cerita diatas?!



Pada tanggal 23 Februari saya hadir dalam seminar parenting Hallomoms bersama dokter psikolog anak dari halodoc. Pembahasan parenting kali ini membahas tentang helicopter parenting. Diikuti oleh 40 moms yang dilaksanakan di brood en boter Kemang, diharapkan melalui gathering ini orang tua bisa menghindari sikap sikap negatif dari “Helicopter Parenting” ini dan mulai menerapkan metode metode positif untuk membangun karakter anak.

Apa sih Helicopter Parenting itu? Hmmm, kita termasuk gak ya? 🤔

Apa itu Helicopter Parenting?

Orangtua helikopter adalah orangtua yang sangat memperhatikan pengalaman dan masalah anak. Dinamai demikian, karena seperti helikopter, "mereka terbang di atas kepala" mengawasi setiap aspek kehidupan anak mereka secara konstan.

Ciri-ciri Helikopter Parenting

1. Terlalu cemas berelbihan pada setiap gerak-gerik anak
2. Ikut campur dalam setiap masalah anak terutama masalah kecil
3. Mengerjakan PR anak, termasuk urusan sekolah.


Beberapa hal yang dipaparkan oleh Rayi Tanjung Sari M.Psi, Psikolog sebagai dampak dari Helicopter Parenting :

  • Anak tidak percaya diri
  • Menghambat proses berkembang anak atau life skill tidak berkembang
  • Anak sulit mengambil keputusan
  • Bergantung pada orangtua
  • Anak dengan orangtua helikopter lebih berpotensi untuk tidak mampu menghadapi tantangan hidup di masa depan, terutama pada lingkungan sekolah.
  • Cenderung memiliki masalah kesehatan di masa dewasa.
  • Kurang mampu meregulasi emosiàcenderung mengalami depresi, kurang puas terhadap kehidupannya.
  • Berpotensi kurang memiliki inisiatif dan motivasi dari dalam diri utk menjadi berhasil/sukses.


Tidak berhenti sampai disini HaloMoms akan terus hadir untuk menjawab kebutuhan para mama. Mulai dari gathering, sharing dan empowering sesama mama.

***

Malam itu saya kesall sekali karena akhdan tidak mau belajar untuk mengerjakan PR nya. Masalahnya jika saya paksa ia semakin tidak ada minat mempelajari. Lupa lagi, nulisnya malas-malasan. Pernah waktu itu saya membentak-bentaknya karena lupa lagi dengan huruf, alhasil membuat semakin tidak berhasil, ia diam sangat diam dengan raut wajah takut saya omelin tapi tidak benar-benar fokus. Namun akhirnya saya sadar juga dan ingat bahwa belajar itu harus atas dasar keingintahuan kita, kesadaran kita, maka rasa tanggung jawab itu akan tumbuh dengan sendirinya pada diri anak. Ya, moto belajar itu harus menyenangkan bukan perintah. Maka seringnya saya melihat mood anak dulu.

Pernah waktu itu akhdan malas mengerjakan PR ia hanya menulis setengahnya. Saya sering bilang "bahwa PR itu tanggung jawabnya dan mamah tidak mau bantu tulis, kecuali kamu minta ajarin". Sejujurnya saya ingin akhdan mendapat hukuman dari gurunya karena ia tidak mengerjakan PR, maksud saya agar anak menerima konsekuensi akibatnya atas kesadarannya sendiri.

Pas jam sekolah tiba akhdan keliatan panik dan kebingungan bahwa PR yang ia kerjakan hanya setengah. "Bilang saja jujur sama gurunya kamu malas dan lebih memilih main waktu itu" . Selang beberapa jam kemudian akhdan cerita ia hanya mendapat teguran dari gurunya, hihi. Sebenarnya saya kurang puas tapi memang diakui di usia prasekolah ini anak-anak tidak boleh dikasih PR menurut peraturan yang berlaku, PR itu permintaan orangtuanya lebih parahnya banyak orangtua juga yang akhirnya mengerjakan PR anaknya. Semoga yang saya lakukan tadi bukan termasuk helikopter parenting.

Bunda, tak perlu malu jika anak melakukan kesalahan jika itu memang salahnya, atau jangan pula terlalu memojokan kesalahannya. Karena yang terpenting bukan menjadi terbaik untuk dipamerkan kepada orang lain. Tapi pelajaran sejatinya baik untuk dirinya sendiri.


No comments:

Post a Comment