Sunday, August 8, 2021

ISTRI KEDUA



Sore ini ku lihat suamiku sangat menarik. Apa mungkin efek hari jumat? Wajahnya bercahaya, senyumnya mengembang bahagia setiap bertemu anak kandungnya, dia benar2 seperti seorang bapak sesungguhnya dan suami idaman untukku. Meskipun rasaku padanya begitu besar, sama seperti seorang istri yang jatuh cinta pada suaminya, aku tetap harus mengendalikan perasaanku agar tidak terlalu bucin dengan suamiku sendiri. Ada perasaan lain yang harus aku jaga. Aku juga tidak ingin bawaan kodrat ini (cemburu) menjadi bumerang untuk rumah tanggaku sendiri. Meskipun tidak mungkin untuk menghilangkan rasa cemburu, namun aku masih bisa mengendalikanya. Perasaan cinta yang tak terkendali sekalipun kepada suami sendiri yang halal, bisa saja menumbuhkan sifat ego dan lainya yang beresiko mendzolimi seseorang. Kalo tidak cemburu kepada istri lainya bisa jadi cemburu kepada ibu mertua atau saudara perempuanya yang yatim.



Ku lihat mereka dijalan dengan istri pertamanya mengantar anak sulungku pulang sehabis main dari pondok. Suami dan istri pertama memang tinggal di pondok, sedangkan aku cukup jauh dari pondok pesantren tempat suami bekerja. 


Ku perhatikan ia dengan istri pertamanya yang tetap dan selalu terlihat mesra dari dulu. Sang suami selalu menjaga perasaan istri pertama jika kami bertiga sedang bersama-sama. Tapi kadang aku merasa cemburu. Jika kami bertiga kumpul, aku seperti tamu bukan istrinya. Ya, pemeran pembantu dalam drama hidup mereka. Dan mereka berdua itu tokoh utamanya. Entahlah apakah ini perasaan cemburu? Ah ini pasti bisikan setan. Pemandangan ini juga mungkin tidak enak buat istri pertamanya saat kami naik motor bersama anak-anak. Sedangkan dia belum memiliki anak. Aku harus punya mindset saat perasaan cemburu mulai merasuki. Bahwa bukan hanya aku saja yang tidak nyaman, sedih, dll. Istri pertamanya pun merasakan hal sama. 


Sebagai istri kedua ada batasan yang harus "aku tahu diri" aku tidak bisa menunjukan sisi mesra kepada suami, apalagi di depan istrinya. Terlebih sejak memiliki anak kedua darinya, boro-boro bisa pegangan pinggang suami saat berboncengan. Kedua tangan ini sibuk menopang si bayi dalam gendongan, terutama melindunginya dari panas dan debu juga saat tertidur di motor.



Untuk mengerem perasaan cinta ini sering aku berpikir, meskipun ia juga menyayangiku tapi aku yakin cintanya pada istri pertama lebih besar. Chemistry dengan yg pertama selalu lebih istimewa. Seperti nabi Muhammad dengan Khadijah. 


Manusia mana ada yg bisa adil betul, pasti diantara beberapa baju ada yang paling ia sukai, dibeberapa benda yang ia miliki pasti ada yg dipavoriti Salah satunya. Aku tidak bisa memaksakan itu. 


Terlebih ia dari nol memulai kehidupan dengan istri pertamanya yang tahu betul dan banyak berkorban. 


Ia yang sekarang lebih baik dan semakin baik. Dalam pekerjaanya, penampilanya. Beda saat taaruf denganku ia hanya seorang ustad lulusan Timur tengah, yang mengajar di salah satu pondok pesantren sederhana. Sejak menikah denganku, bertahap ia menjabat sebagai wakil sekolah, kemudian sekarang ia diangkat menjadi kepala MA Thafidz di pondoknya. Dulu yang badanya tidak begitu gemuk, sekarang kulihat mulai berisi. Penampilanya semakin berwibawa dengan pakaian jubah yang kini ia koleksi. Aku semakin bangga melihatnya berkembang semakin baik. Ia terhormat dihadapan semua orang yang memandangnya. Tentunya dalam pandangan orang, berkat istri pertamanya lah dibalik kesuksesannya yang sekarang. Biarlah aku bersembunyi di dalam rumah. Buat ku diluar itu tidak penting, peran dia di rumah lah yang sesungguhnya yang lebih penting, hehe.


Disisi lain aku tidak bisa pungkiri ada banyak kebutuhan yang ingin aku penuhi, tapi seringnya aku berkorban dan menyelesaikanya sendiri. Begitulah mantan single mother, sudah biasa mandiri mengerjakan atau memenuhi sesuatu jadi aku memang lebih pantas banyak mengalah maupun jangan banyak mengeluh. Aku hawatir suamiku merasa terbebani, merasa bersalah, dan terlalu bekerja keras lagi sampai lupa waktu. 


Meskipun aku bukan yang pertama yang menemaninya dari nol, tapi setidaknya aku  selalu setia disisinya tanpa membuatnya terjatuh.


Ya, bagiku memikirkan masalah hati dengan pasangan tidak akan ada habisnya. Kecemburuan, kecurigaan, aku buang jauh2 sebisa-bisa. Ada banyak PR yang harus aku kerjakan. Terlebih kewajibanku kepada anak. Juga yang tak kalah lebih penting adalah waktu untuk memanjakan dan mengurus diri sendiri, agar tetap waras.


Aku tidak ingin rasa cinta ini menguasai diriku. Hanya atas karena Allah, aku patuh dan bertahan kepada suamiku. Aku tidak ingin melupakan salah satu visi misi tujuan pernikahanku, yakni mencari ridho Allah. Semoga selalu istiqomah 🤲


***


Pernah kami diterjang badai yang hampir diujung tanduk. Tapi dari situ kita belajar banyak hal tentang atap rumah poligami. 


Jadi menikah lebih dari satu istri itu bukan perkara koleksi karena merasa banyak uang, atau tren ikutan teman. Tidak sembarang orang, dan hanya orang-orang tertentu yang memenuhi syarat untuk berpoligami demi menjaga keutuhan rumah tangga sebelumnya bukan malah menghancurkan rumah tangga sebelumnya.



Ada ladang pahala yang besar dalam rumah tangga atap poligami yakni sabar, ikhlas, dan ridho. Untuk bisa menjalani nya kalo saya adalah dengan menurunkan ego. Bahwa mahluk bisa saja mengecewakan kita, bukan karena tidak sayang, tidak adil, tapi mungkin suami tidak mampu berbuat adil meskipun ia sudah berusaha keras berbuat adil. Maka serahkan pengorbananmu hanya untuk ibadah kepada Allah. Allah yang memerintahkan mu seperti itu, maka taatilah. 


Satu yang paling membuat aku bahagia sampai sekarang. Aku bersyukur bahwa bagaimanapun tidak enaknya poligami, kehidupan rumah tanggaku jauh lebih baik dari sebelumnya. Allah telah mengabulkan doa-doaku di masa lampau dan aku sangat mensyukurinya selalu, setiap saat dan selalu kuingat. Ya, aku sangat bersyukur ❤️

No comments:

Post a Comment